Suatu hari di sebuah kota di Yunani ada seorang pemuda bernama Narcissus. Ia sangat tampan sehingga begitu banyak gadis yang tergila-gila kepadanya. Namun tak satupun diantara mereka yang berhasil hinggap di hatinya. Ia merasa terlalu indah untuk wanita-wanita itu. Ia merasa tak satupun wanita di kotanya yang memiliki kecantikan yang bisa mengimbangi ketampananya. Ia memandang semua wajah manusia di sekitarnya dengan tatapan jijik. Wajah-wajah manusia lain, di matanya, adalah keganjilan. Ketampanan telah membuatnya buta dan kejangkitan arogansi. Karena kelewat ‘pecaya diri’, ia menjadi ‘lupa diri’.
Suatu hari Narcissus yang pongah duduk di pinggir sebuah telaga. Ia begitu terpana dengan bayangan wajahnya yang rupawan. Saat sedang menikmati keindahan wajahnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia pun tercebur ke dalam telaga. Si tampan tak bisa berenang. Air yang tak mengerti arti ketampanan pun menyudahi kisah hidupnya. Narcissus berhenti di titik pasti, kematian muda.
Beberapa waktu berselang. Di tempat ia tenggelam tumbuhlah sekuntum bunga. Untuk mengenang pemuda tadi, bunga itu diberi nama “Narcissus”. Selanjutnya narsisisme digunakan sebagai istilah untuk menyebut perilaku menyimpang: kecintaan berlebihan pada diri sendiri.
Konon, sejak tragedi kematian itu, air telaga berubah menjadi asin, seakan-akan sedih dan menangis karena kehilangan Narcissus. Karena ingin tahu, peri penunggu telaga pun bertanya kepadanya, “Telaga, mengapa engkau menangis, apakah engkau begitu sedih karena kau tak bisa lagi memandang keindahan wajah Narcissus?” “Bukan. Bukan itu. Saat masih hidup dan berlama-lama berkaca di atas airku dahulu, ketika ia memandangku begitu dekat, aku bisa melihat keindahan bayanganku di matanya. Kini ia telah tiada dan aku tak bisa melihat keindahanku lagi. Telaga juga kejangkitan penyakit NARSIS.
Sumber :
www.muhsinlabib.com
Suatu hari Narcissus yang pongah duduk di pinggir sebuah telaga. Ia begitu terpana dengan bayangan wajahnya yang rupawan. Saat sedang menikmati keindahan wajahnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia pun tercebur ke dalam telaga. Si tampan tak bisa berenang. Air yang tak mengerti arti ketampanan pun menyudahi kisah hidupnya. Narcissus berhenti di titik pasti, kematian muda.
Beberapa waktu berselang. Di tempat ia tenggelam tumbuhlah sekuntum bunga. Untuk mengenang pemuda tadi, bunga itu diberi nama “Narcissus”. Selanjutnya narsisisme digunakan sebagai istilah untuk menyebut perilaku menyimpang: kecintaan berlebihan pada diri sendiri.
Konon, sejak tragedi kematian itu, air telaga berubah menjadi asin, seakan-akan sedih dan menangis karena kehilangan Narcissus. Karena ingin tahu, peri penunggu telaga pun bertanya kepadanya, “Telaga, mengapa engkau menangis, apakah engkau begitu sedih karena kau tak bisa lagi memandang keindahan wajah Narcissus?” “Bukan. Bukan itu. Saat masih hidup dan berlama-lama berkaca di atas airku dahulu, ketika ia memandangku begitu dekat, aku bisa melihat keindahan bayanganku di matanya. Kini ia telah tiada dan aku tak bisa melihat keindahanku lagi. Telaga juga kejangkitan penyakit NARSIS.
Sumber :
www.muhsinlabib.com
{ 0 comments... Skip ke Kotak Komentar }
Post a Comment